Selasa, 20 April 2021

Mengalah Bukan Berarti Kalah

Hellloooww mamud mamud yang cantik.... 
Gimana kabarnya? Insyaallah dalam lindungan Allah ya....

Kali ini aku mau bahas tentang mengalah bukan berarti kalah. 

Sedikit aku mau cerita tentang permasalahanku dengan temanku. Jadi, Agustus 2020 lalu aku sempat bermasalah dengan teman kantorku namanya Nunung. Nunung datang ke mejaku dan melabrak aku. Dia beberkan semua, dari mana dia tahu aku tidak suka dengannya. Dan dia menyebut tiga nama, tempat biasa aku curhat. Nanang, Nining, rang rang, ya sebut saja namanya seperti itu ya. 😀

Shok dong aku, orang yang aku pikir tempat ternyaman untuk curhat ternyata membeberkan masalahku ke objeknya langsung. Saat itu rasanya ingin resign. Rasanya seperti mati berdiri, satu karena dilabrak langsung, dua ditusuk dari belakang sama tempat ternyamanku. Nomor mereka langsung aku block dong.

Alasanku tidak menyukai Nunung, karena suka mengurusi diriku, ia suka mencampuri karirku. Bahkan menjatuhkan hasil karyaku dihadapan pimpinan. 

Setelah kejadian tersebut aku pun tidak membahas hal ini kepada 2 orang tersebut. Kecuali, Rangrang. Aku juga tidak banyak bersuara ke sana ke mari. Karena masih butuh waktu menenangkan diri. 

Lucunya, ketika aku berhadapan dengan Nanang, Nining mereka bersikap judes denganku. Padahal aku belum cerita apa-apa ke mereka. Namun, ke Rangrang aku meragukan ucapan Nunung. Tapi, kita masih baik-baik saja, karena meja kerja kita bersebelahan. Nggak enak dong diam-diaman gitu. Dan Rangrang menyuruhku mengonfirmasi langsung pada Nining apakah ucapan Nunung tadi benar? Dia yang membeberkan masalahku? 

Tapi aku tidak melakukan hal tersebut, karena aku lebih baik diam, mengalah. Dan takut saja jadi semakin panjang masalah ini. 

Nunung, Nining, Nanang, setiap kali kutegur tak diacuhkan. Membuang wajah, aku layaknya sampah. Namun, dengan Rangrang aku tetap baik tetapi memberi jarak diri. Karena, aku tak tahu hati manusia. 

Sempat sedih dan heran pada Nanang, Nining mengapa dia menjadi diam, berubah? Apa aku sudah menjadi perbincangan antara mereka? Aku pun baru tahu ternyata mereka dekat. Aku lah yang bodoh mencurahkan isi hati tak lihat tempat. Pantas saja, Nining waktu itu sempat memancingku untuk bertrngkar dengan Nunung, tapi tak kuacuhkan. Pantas saja Nining waktu itu mengorek dalamku pada teman yang lain, ternyata inilah sifat aslinya, mengadu domba.

Hingga dibulan suci 2021 ini, aku mengikhlaskan apa yang dilakukan oleh mereka atas diriku. Aku mencoba menghubungi Nining dan Nanang melalui chat untuk meminta maaf. Kebetulan Nanang sudah resign. Dan Nining pindah cabang. 

Namun apa yang kudapat? Nanang hanya membaca chatku. Nining, setelah ia tanya siapa aku, dan kusebut namaku, ia pun hanya membaca pesanku. Permintaan maafku tak dihiraukan. Untuk Rangrang pun aku turut meminta maaf, aku mendapat respon baik meski hanya melalui chat karena ia cuti melahirkan. 

Bagaimana dengan Nunung? Aku langsung menghampirinya ke meja kerja. Aku meminta maaf dan mengulurkan tangan, meski dingin awalnya. Tetapi, alhamdulillah kami dapat saling memaafkan. 

Meminta maaf terlebih dahulu bukanlah soal siapa pemenang dan pecundang. Tetapi sejatinya kita adalah pemenang atas ego kita. Kita tidak mungkin dibudaki oleh ego. Tetapi, kitalah yang mengendalikan ego.

Apakah kita akan dimaafkan atau tidak itu urusan Allah yang menilai, yang terpenting kita sudah ikhlas, sudah meminta maaf. 
Allah pun tidak suka dengan orang yang sombong (tidak mau memaafkan).

Bagaimanapun suatu saat nanti kita akan saling butuh. Maka dari itu aku tidak ingin ada masalah dengan mereka. Sudah, aku sudah menutup buku, menjaga jarak, berbicara seperlunya, jikalau ada yang menjatuhkan terimalah dengan ikhlas. 

Karena, Allah Mahatahu dan Mahabijaksana. Allah lah yang menilai sikap kita.




Minggu, 18 April 2021

Agar Anak Mampu Menyampaikan Perasaannya

Ketika anak tantrum, menginginkan sesuatu tetapi tak dapat menyampaikan. Diakhiri dengan amukan. Pasti kita para orang tua akan bingung mengatasinya, akan kesal, jengkel, bahkan turut emosi.

Sabar, sabar, sabar!

Coba kita tengok ke dalam diri kita dahulu, apakah pernah kita membantu menamai perasaannya? Menebak perasaannya?  Apakah pernah kita membantu menyalurkan emosinya? Apakah pernah kita berlaku seperti buah hati? Menyelesaikan masalah dengan kekerasan pula.

Coba deh mulai sekarang, baca gerak tubuh anak kita, misal: anak wajahnya sedih, kesal, sebal, senang. Kita tebak seperti ini, "kamu sedang sedih ya? Lagi marah ya? Kesal banget ya? Atau masyaallah anak bunda sepertinya lagi senang nih." 

Apa sih gunanya kita menebak dan menamai perasannya? Agar ia tahu nama emosi yang sedang ia rasakan.

Salurkan emosinya, ketika anak sedang kesal misalnya, kita bantu salurkan perasaannya. "Kamu boleh marah, tapi tidak lempar barang, kita tuang di kertas ini boleh? Kita mewarnai saja yuk." Atau saat anak marah, ya kita langsung bawa buku, pura-pura mewarnai gambar kesukaannya, nanti anak akan teralihkan dari emosinya.

Kita orang tua pasti pernah kesal, tapi berusahalah hindari kekerasan, entah laungan, cubitan, pukulan, dan sebagainya. Cobalah menyendiri terlebih dahulu, izin untuk pergi ke kamar karena kita butuh menenangkan diri. Misalnya "kak, bunda izin ke kamar dulu ya, bunda lagi kesal, mau sendiri dulu."

Oke, nanti anak akan paham, dan ketika kita sudah sendiri, berpikirlah sebab akibat dari emosi kita. Ketika sudah tenang barulah keluar kamar, ajaklah anak membahas masalah ini. Misalnya kita jengkel karena anak belum bisa mengaji atau belajar lainnya, coba ajak ngobrol di mana letak kesulitannya? Apa yang bisa kita bantu.

Cobalah ketika anak sedang sulit mengeluarkan perasaannya, merengek. Sampaikan padanya, "adik mau apa? Bilang yang jelas tanpa merengek." Ajak anak bicara, "bunda, aku mau minum." Beri contoh agar anak mengikuti.


Awalnya memang terasa sulit untuk mencoba hal di atas, tapi ketika kita terbiasa, rasanya mudah kok. Dan insyaallah anak akan mampu menangani emosinya, menyampaikan perasaannya, dan mampu berkomunikasi dengan baik.

Semoga tulisan ini bermanfaat ya.

Tips Agar Anak Nurut

Mungkin ada yg merasa gundah karena buah hati tak menghiraukan kata
Mungkin juga ada yang gundah karena buah hati tak mengindahkan perintah.

Mungkin kita yang terlalu fokus atas kemauan diri. Sehingga lupa bercermin, barangkali ada yang salah dari pengasuhan, cara bicara kita.

Cobalah merubah pola:
Dekatkan wajah, sejajarkan posisi, tatap matanya, rendahkan nada bicara. Insyaallah buah hati akan mencerna makna, insyaallah buah hati akan menuruti ajakan, bukan perintah. 

Sabtu, 17 April 2021

Bullying

Haalloww momi momi saliha yang cantik..
Gw mau bahas tentang bullying kali ini  ksrena kita sering kali ya melihat anak-anak kita yang di bully dari hal kecil sampai besar.

Bully ada yang verbal - mengejek  ada juga yang kekerasan fisik - memukul, menonjok, mencubit, dan lain sebagainya. 

Nah, kemarin itu anak sulungku pulang mengaji, sambil berlinang air mata. Dia bilang, gelas untuk bukber teman-teman TPQnya tumpah, dan dia ditonjok temannya. Hati ibu mana yang nggak geram saat mendengarnya? Lagi-lagi nama itu yang dia sebut, yang dulu pernah mukul sulungku dengan meja plastik hingga ujung jempolnya terluka sedikit. 

Ketika si kakak ngadu, aku coba untuk tenang, dan menerima dahulu perasaannya. "Ya Allah sedih banget kakak ya? Takut ya? Sebal ya? Nggak apa, kakak kalau mau nangis, nangis aja, teriak aja biar lega." Ucapku 

Sesaat tidak sampai lima menit aku biarkan sulungku menangis, agar hatinya lega. Barulah kita berbuka dan mengobrol. Aku tanya sama dia, apakah minumannya tumpah kena teman? Dia bilang tidak. "Kamu sudah bilang belum sama teman kalau ditonjok itu sakit?" Tanyaku, dan sulungku bilang sudah, tetapi sama temannya dibalas kembali dan akhirnya dia memilih pulang.

Dia pulang bukan karena "cemen" seperti orang pikir. Tetapi dia pulang karena, 1. Mencari tempat ternyamannya. 2. Dia mengalah untuk menghindari seseorang yang tak mampu meluapkan perasaannya melalui kata (tak mampu berkomunikasi baik). Hanya bisa mengungkapkan dengan kekerasan. 

Ketika si kakak bercerita aku pun tidak langsung menelan semua seratus persen. Aku mencoba mencari orang lain yang melihat kejadian. Tetapi sayangnya di tempat mengajinya tidak semua mata siap mengawasi murid-murid. Ya, seperti kejadian waktu itu, tak ada yang melihat, jikapun sudah mengadu tak dipedulikan oleh pendidik. 

Sempat berpikir lebih baik si sulung diberhentikan saja dari TPQnya, tetapi saat kutanya apakah dia masih mau mengaji di musala atau tidak, dia bilang mau. Oke aku berpikir, tidak boleh membuat dia jadi pengecut. Ini hal bagus karena tandanya dia siap untuk menerima apapun yang ada dihadapannya. 

Parahnya lagi adalah, ketika malam tiba, si sulung bermain dengan teman-temamnya, ia menjadi bahan bullyan. Ia diejek anak cengeng, digodain sambil mimik orang menangis. Yang membuat saya amazing adalah, si anak yang memiliki TPQ itu yang membully anakku. Coba, jika kamu ada diposisiku, kesal tidak? Pasti ya. 

Mungkin zaman sekarang pelajaran adab, budi pekerti, yang seharusnya didapat dari rumah sudah jarang didapat. Mungkin orang tua hanya berpikir anak cukup diberi makan, sudah kerepotan dengan anak lainnya, sehingga pelajaran sopan satun, empati, simpati hilang tanpa disadari oleh orang tua. 

Atau mungkin karena melihat tindakan dari orang tua, sehingga anak mampu melakukan bullying? Entahlah. 

Tetapi aku mau mengingatkan kembali kepada kita yang mungkin lupa, mari kembali kita ajarkan sopan santun kepada buah hati. Bagaimana empati kita ketika melihat teman sedoh, terjatuh, dan lain sebagainya. Bukan diejek, ditertawakan, lalu kita abai terhadap sikapnya.

Kita memiliki tugas sebagai orang tua untuk mengarahkan buah hati, mendidiknya tidak hanya akademis semata, tetapi lebih penting mendidik menjadi pribadi beradab. 

Karena, yang aku lihat, banyak anak kehilangan arah untuk menjadi pribadi sopan, empati, simpati, lemah lembut, menyelesaikan masalah dengan gagasan, bukan kekerasan.

Semoga kita yang membaca tulisan ini mampu menjadi orang tua sadar akan ilmu, sadar akan mendidik buah hati untuk beradab, berempati, simpati, dan mampu menyelesaikan masalah dengan baik.

Jumat, 16 April 2021

Lagu Anak Indonesia

Hay guysss kali ini aku mau membahas lagu anak Indonesia yang rasanya sudah semakin kritis. Ya, banyak anak Indonesia kehilangan suguhan untuknya. 

Semua termakan oleh waktu, zaman now lebih banyak lagu dewasa konten dewasa yang mereka konsumsi.

Seperti beberapa waktu belakangan ini, aku melihat teman-teman buah hatiku (4-5 th) bernyanyi dan berjoget ala konten dewasa t****k. 

Dengan bangga ia bernyanyi lagu "Ting-ting" dan "Mama Muda" sambil menghentakkan bokongnya, terlihat senang sekali. 

Namun, aku bukan turut senang melainkan sedih. Sedih karena ia menyanyikan lagu tak semestinya. 

Memang, lagu dewasa sudah tak asing lagi terdengar. Baik di rumah kita sendiri, mall, atau tempat umum lainnya. 

Tetapi, alangkah bijaknya kita orang tua menyaring hal tersebut? Menyuguhkan seni sesuai porsinya. Pilihkan lagu yang memang untuk usianya, arahkan gerakan mana yang boleh dan tidak. 

Saya sempat membawa salah satu situs yang membahas "Bahaya Psikis Anak Terhadap Lagu Dewasa", ahli di sana memyatakan, bahwa imajinasi anak dapat berpengaruh pada lirik lagu yang ia dengar.

Anak akan bertanya pada orang tua, makna dari lagu tersebut. Tidak heran zaman sekarang banyak anak kecil yang sudah berpacaran. Padahal seharusnya yang ia tahu kasih sayang ya hanya bentuk cinta dari orang tua dan saudara. Belum menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Sungguh miris dengan perkembangan anak zaman sekarang. Ditambah kita orang tua bobrok akan ilmu. Anak berjoget, bernyanyi lagu dewasa dianggap hal wajar. TIDAK! Ini adalah suatu masalah dalam pendidikan buah hati.

Marilah kita menjadi orang tua yang bijaksana, mencari ilmu mana yang sesuai mana yang tidak, lalu terapkan pada anak, arahkan mereka, pilihkan pilihan yang baik, suguhkan seni yang sesuai usianya. 


Senin, 12 April 2021

Review Skin Care Nu Skin

Halo guys... kali ini aku mau share pengalamanku memakai produk nu skin ya. Sebelumnya aku mau cerita dahulu, dulu aku memakai perawatan wajah yang abal-abal, yang Rp300.000 satu paket, sudah ada toner, night and day cream, serta facial wash. Nah, alhasil wajahku menjadi merah, tipis, dan berjerawat. 



Alhasil suamiku menyuruhku untuk memakai produk Nu skin. Karena temannya jual, jadi dia sempat tahu sekilas produk #nuskin ini. Nah, awalnya aku mencoba series nutricential. Untuk kulit yang baru lepas dari perawatan selain Nu Skin dan untuk anak remaja. Alhamdulillah memakai produk Nu skin tidak ada efek samping seperti kulit kering, kulit terkelupas, wajah iritasi, atau gatal. 

 Ini foto setahun setelah pemakaian produk Nu Skin nutricential yang oily. Karena kulitku dulu sangat berminyak jadi rentan berjerawat. 
Setelah memakai produk nu skin jerawat jadi jarang nongol kecuali saat PMS ya. Dan memasuki usia 30 tahun, wajahku tiba-tiba menjadi kering kerontang, wkwkwkwk. 

Serius jadi kering sekali dan terkelupas. Akhirnya mencoba produk Nu Skin yang TRI PHASIC WHITE. Khusus wajah kering dan memasuki usia 30 tahun. Entah karena hormon atau apa aku tak mengerti... #bila tiada kau disisiku. Ealah kok jadi nyanyi. Wkwkwk 

ini hasil pemakaian Nu skin #TPW setelah setahun belakangan. Ditambah lagi aku memakai #lumispa dan #galvanicspa by #nuskin. Makin kinclong deh.

Kulitku setelah memakai produk TPW itu menjadi tidak kering, tidak oily, lebih ke lembap sih. 

Nah ini, yang bikin aku tercengang pas makan bersama, ketika difoto hasilnya menakjubkan, serius ini bukan filter bukan minyak, jadi apa dong? 
Menurut kalian itu minyak atau glowing? Karena, kalau dipegangpun kulitku tidak berminyak. Dan sempat searching, kulit glowing yang tampak mengkilap hanya, tulang pipi, tulang jidad, pelipis, dan dagu. Jadiiii itulah glowing dari Nu Skin..


Sesenang itu loh mendapatkan wajah glowing, sehat, kenyal, dan bonusnya nggak usah dandan menor-menor, cukup moisturizer dan lipstik juga sudah kece badai. 



Sabtu, 10 April 2021

Dilema Menambah Buah Hati

Kemarin sempat ngobrol dengan suami untuk memiliki keturunan lagi, berarti anak ketiga dong ya? Karena alhamdulillah kami sudah dikaruniai 2 orang putra. Lalu, suami sih mau jika diberikan oleh Allah anak ketiga begitupun dengan si sulung. 

Tapi, inilah perbincangan menarik kita. Saya sampaikan keraguan saya. "Aku sih juga mau Mas, tapi masih ragu. Aku tuh mikirnya nanti ketika bos bos kamu pensiun, bagaimana dengan perekonomian kita? Bagaimana menghidupi anak-anak? Kasihan sama kakak juga harus mengemban tanggung jawab besar, padahal dia masih anak-anak juga. Aku pun memikirkan Tsabit (anak kedua kami yang masih berusia 2.5 th). Kalau kita punya anak lagi, berarti Tsabit harus sudah mandiri dong? Pipis sendiri, dan dia kan protektif banget sama aku. Jadi itu Mas yang masih aku pikirkan." 

"Iya sih, Tsabitnya harus kita buat mandiri dulu. Kasihan juga si kakak kalau Tsabit belum mandiri, nanti kakak yang kita repotin. Padahal dia masih anak-anak belum waktunya untuk memiliki rasa tanggung jawab besar mengurus adiknya."

Adakah yang memahami makna obrolan kami di atas? 


Ya, kami menyimpulkan, jika memang kami ingin menambah anggota baru dalam keluarga kami, berarti kami harus menyiapkan semuanya, membuat kesepakatan antara keluarga, "memang siap memiliki anggota baru", tidak hanya ayah ibu, tapi anak-anak pun juga harus kami persiapkan. Memang, si kakak mau punya adik lagi, tapi Tsabit si bungsu belum mau posisinya terganti. 

Disamping itu, kami juga menyiapkan kebutuhan si kakak-kakaknya, menyiapkan kemandiriannya, menyiapkan dirinya untuk berbagi perhatian. Ya, berbagi perhatian, karena tidak mungkin kita akan fokus lagi kepada si sulung dan si tengah, tapi ketika ada si bayi, kami akan terbagi perhatiannya.

Hal ini pun bukan soal saya tidak percaya akan rezeki dari Tuhan. Memang semua anak sudah dipersiapkan rezekinya. Tetapi kurun waktu 4 tahun kedepan bos-bos suami sudah pensiun, lalu kami mengukurlah segi perekonomian kami sampai mana mampunya? Tidak hanya soal makan dan sandang, tetapi kami juga berpikir untuk menyekolahkan buah hati kami di tempat yang terbaik. 

Berbeda mungkin jika belum memiliki buah hati sama sekali, karena hal tersebut yang dinanti. Tetapi, jika sudah memiliki buah hati, maka melakukan jeda antara buah hati perlu dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Baik pil, IUD, atau kondom. 

Memberikan jarak bagi buah hati sangat penting. Jangan hanya melihat usia orang tua produktif lalu mengejar jumlah buah hati. Tetapi menjaga jarak dan menyiapkan buah hati lalu meminta agar diberikan amanah kembali, nampaknya itu lebih bijaksana. Karena, tidak hanya kita, tetapi ada buah hati yang terlahir lebih dahulu untuk kita penuhi kantong cintanya serta menyiapkan kemandiriannya. 




Love
Untuk orangtua bijaksana.