Rabu, 26 Agustus 2020

Senandika

Malam ini aku dibuat menangis olehnya... tangisan haru yang teramat dalam.
Ketika kakiku terasa nyeri sehabis merapal doa, ia membopongku. Rasanya ia sangat khawatir dengan keadaanku, "Hati-hati ya Nda. Pegangan tembok Nda.. biar tidak jatuh." "Sini kakak bantu ya Nda." Sambil memegang tangan kiriku. Kata demi kata terus terngiang di telingaku. Adegan demi adegan kehawatirannya terus merasuki benakku.

Ohhh Omar... engkau adalah pahlawanku. Engkau adalah permata hatiku yang tak mampu kuungkap betapa cintanya aku padamu Nak.

Teringat empat tahun silam betapa bencinya aku padamu. Ketika engkau hadir begitu cepat bagaikan kilat, ketika aku belum siap. Teringat padaku empat tahun silam aku yang senantiasa menyalahkan keadaan atas kehadiranmu. Teringat padaku empat tahun silam ketika aku menghardikmu, mengabaikan tangismu dan menghujam jantungmu. Meleburkan segala rasamu.
Namun, tak sedikitpun kaumembalas ulahku, tak sedikitpun kau benci padaku.

Ohhh Omar.... namun kini aku tahu.... Tuhan telah menitipkanmu padaku, inilah jawaban-Nya. Engkau adalah teman dikala kesendirianku melanda. Dikala nakhodaku pergi mencari rizki. Engkaulah pahlawanku...

Oh anakku maafkan aku yang dulu buta akan hadirmu.

Ohh Omar... dirimu begitu tulus Nak, senantiasa dirimu membuat kristal-kristal ini membasahi pipiku. Bukan karena ulah jenakamu namun karena ulah empatimu yang begitu besar.

Nak... aku tak peduli engkau belum mampu menghafal warna. Namun, yang kutahu dirimu mampu mengetahui warna hatiku... Nak... aku tak peduli dirimu belum cerdik berhitung. Namun yang kutahu dirimu mampu berbagi harta.
Nak... aku tak peduli dirimu belum cerdas mengeja huruf. Namun, yang kutahu dirimu cerdas mengolah emosi.

Ohhh Omar, teruslah tumbuh menjadi sosok beradab, tumbuhlah menjadi sosok bermpati. Kelak permaisurimu akan beruntung ketika memilikimu. Kelak, aku pun akan bahagia karena telah memiliki surga dari-Nya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar